Kamis, 28 Januari 2010

KEPRIHATINAN TERHADAP LEMAHNYA SISTEM KESELAMATAN DI LAUT

KEPRIHATINAN TERHADAP LEMAHNYA SISTEM KESELAMATAN DI LAUT

Seringnya peristiwa kecelakaan kapal laut hampir di setiap penghujung tahun semakin menambah dalam keprihatinan kami terhadap dunia transportasi laut di perairan Indonesia.

Sangat disayangkan respon khalayak terhadap setiap kejadian kecelakaan kapal di laut tidak sebaik jika dibandingkan dengan peristiwa kecelakaan yang menimpa alat transportasi lainnya. Padahal kapal laut adalah alat transportasi dengan kapasitas penumpang terbanyak. Lemahnya sistem keselamatan di laut menjadi penyebab potensial besarnya korban kecelakaan di laut.

Keinginan masyarakat transportasi terhadap angkutan yang terjangkau, nyaman dan aman ternyata masih jauh dari harapan. Tingginya persaingan ongkos transportasi laut, darat, dan udara adalah kendala potensial untuk timbulnya kecenderungan penekanan cost yang berefek pada kualitas keselamatan.

Kami mengecam keras strategis bisnis yang mengandalkan pada rendahnya biaya, dengan mengesampingkan kualitas keselamatan penumpang dan pengguna jasa kapal. Dari sekian banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, ternyata faktor paling dominan versi IMO (International Maritime Organization) adalah masalah kelalaian manusia, yaitu sebesar 80 %. Dari angka tersebut, 75 % - 79 % terjadi akibat buruknya sistem manajemen pengoperasian kapal lantaran lemahnya kepedulian pemilik kapal dan perusahaan dalam menerapkan sistem keselamatan di laut.
Fakta ini sesungguhnya mengisyaratkan bahwa belum semua perusahan pelayaran menyadari pentingnya penerapan ISPS (International Ship and Port Fasility Security) Code sebagai suatu kebutuhan, namun hanya untuk memenuhi persyaratan saja. Berdasarkan data yang kami peroleh dari laporan akhir tahun 2004 salah satu surat kabar di Indonesia, ditenggarai bahwa tiga dari empat (75 %) alat keselamatan tidak berfungsi, terutama pada pelayaran penumpang dan penyeberangan. Padahal perangkat keselamatan di laut seperti : rakit penolong (Inflatable Liferaft), Lifeboat, Lifejacket, Lifebouy, dan sebagainya adalah pertahanan jiwa terakhir jika terjadi kecelakaan kapal laut. Sebagai gambaran, setiap kapal laut harus memiliki Inflatable Liferaft yang jumlahnya, disyaratkan dapat memuat 2 X dari jumlah daya tampung penumpang kapal. Di dalam Inflatable Liferart harus tersedia alat pendukung untuk bertahan hidup, termasuk makanan, minuman dan obat. Untuk menjamin agar Inflatable Liferaft beserta isinya layak digunakan setiap saat, maka Inflatable Liferaft harus secara kontinyu di survey. Pertanyaan yang mucul kemudian adalah mengapa pada kasus-kasus kecelakan kapal laut, rakit penolong atau Inflatable Liferaft justru lebih banyak tidak terpakai.

Fakta bahwa mayoritas kapal yang beroperasi di perairan indonesia adalah termasuk kategori kapal tua atau berusia di atas 20 tahun. Namun bukan berarti kapal tua adalah kapal yang tidak laik laut. Karena laik laut suatu kapal tidak hanya didasarkan pada usia kapal saja tetapi banyak kriteria teknis, termasuk kelayakan alat keselamatan. Namun demikian tidak bisa dipungkiri bahwa usia kapal sangat mempengaruhi kualitas kapal.

Data yang ada menunjukkan bahwa rata-rata kondisi teknis kapal hanya mencapai 66,5%, hal ini berada jauh dibawah standard kelayakan minimal layak operasi yaitu 80%. Dengan demikian hanya 10%-30% kapal yang berada pada kondisi siap operasi.

Data yang kami peroleh dari sumber Dephub-JICA tahun 2002, menyebutkan bahwa sejak tahun 1982 sampai tahun 2000 terjadi 3.826 kejadian kecelakaan kapal atau rata-rata terjadi sebanyak 204 kecelakaan kapal setiap tahun, atau terjadi kecelakaan setiap 2 hari sekali. Sedangkan Data dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menyebutkan, selama tahun 1990-1999, jumlah kecelakaan kapal sebanyak 1.551 kasus dengan korban jiwa 2.684 orang dan kerugian barang 140.622,26 ton. Sedangkan untuk periode tahun sesudahnya tidak diketahui

Data di atas sesungguhnya menjadi bukti konkrit dari lemahnya sistem keselamatan kapal, baik dari aspek regulasi dan aplikasi, manajemen, fasilitas keselamatan, dan sumber daya manusia.

Kami menyadari bahwa permasalahan kecelakaan kapal laut adalah permasalahan kompleks yang pada ujungnya akan kembali pada kebijakan dan keseriusan pemerintah dalam menindaklanjuti kelamnya permasalahan transportasi laut di perairan Indonesia.

Berkaitan dengan hal ini maka rekomendasi yang di ajukan adalah :
1.Meminta agar pemerintah Republik Indonesia konsisten menerapkan regulasi
keselamatan di laut dengan memperhatikan status laik laut menjadi tidak sekedar
formalitas administratif.
2.Meminta agar pemerintah Republik Indonesia menerbitkan data resmi kecelakaan
kapal laut secara transparan, terunifikasi dan lengkap agar semua pihak dapat
mensikapi permasalahan ini dengan serius.
3.Meminta agar pemerintah Republik Indonesia melalui Komite Nasional Keselamatan
Transportasi memasukkan elemen Pengecekan kondisi alat keselamatan kapal sebagai
bagian dari laporan terjadinya kecelakaan laut.
4.Meminta agar pemerintah Republik Indonesia melalui lembaga otoritas terkait untuk
lebih sering melakukan audit atau inspeksi kelayakan alat keselamatan kapal dengan
melibatkan perusahaan profesional yang telah memiliki authorized manufacture dan
approved class.
5.Meminta agar nahkoda tidak dibatasi kewenangannya sepanjang menyangkut keselamatan
dan keamanan kapal.
6.Meminta agar pemerintah Republik Indonesia membuat program Sosialisasi ISPS CODE,
training penggunaan dan pemeliharaan alat keselamatan di laut, audit kelayakan,
dan investigasi perangkat keselamatan jiwa pada kasus kecelakaan kapal dengan
menggandeng perusahaan profesional yang telah memiliki authorized manufacture dan
approved class di bidang alat keselamatan di laut.


YOU MUST SAFE BECAUSE YOU ARE MY BROTHER

Tidak ada komentar:

Posting Komentar